Senin, 18 Februari 2013

[BeraniCerita #2] Enam Tiga Puluh

    06.30

    Jam di ponselku menunjukan angka itu. Aku terjaga dari lelap yang kurasa baru sebentar. Ada suara ketukan di pintu. Aku mengomel sebelum benar-benar beranjak, hari minggu adalah waktuku santai dan ketukan di pintu ini membuatku terganggu. 


    Mataku memicing begitu pintu terkuak, sinar mentari yang sebenarnya tak terlalu cerah tapi begitu silau di mataku yang baru terjaga. Aku perlu waktu beberapa detik agar mataku bisa beradaptasi hingga silau itu sirna dan aku bisa melihat dengan lebih jelas dan oh tidak… aku terperanjat dan hampir ingin melompat menyadari siapa yang berdiri di depanku.    


“Baru bangun Faira?” Aku terpaku.    


“Mau sarapan bersamaku?” Dia bertanya lagi. Oh Tuhan, bukankah ini yang selalu kumimpikan?   

 “Bisa tunggu sebentar?” Dia mengangguk menjawab pertanyaanku. Aku berbalik, kurasa aku perlu memperbaiki penampilanku sebelum kami keluar buat sarapan. Apa? Keluar? Aku tersadar akan sesuatu dan berbalik ke arahnya.

    “Sarapan di mana? Di sini?” Aku menunjuk ke arah dalam rumah. “Atau di….” Kalimatku tergantung. 


    “Kita sarapan di luar saja ya, bisa mati kelaparan kalau menunggumu memasak,” aku setuju dan berlari riang ke arah kamarku. 'Apakah ini mimpi?' aku bertanya dalam hati. Melihat dia tersenyum buatku saja itu hal yang sangat luar biasa, terlebih dia hadir di rumahku dan mengajakku sarapan. 'Mungkin ini jawaban dari doa-doamu Faira,' sebuah suara muncul dari diriku sendiri. 


    Dia sudah menolak kehadiranku saat aku muncul dalam hidupnya dua tahun yang lalu. Padahal aku sudah bersorak gembira pada kenyataan ternyata aku punya seorang kakak laki-laki kandung. Itu hal yang begitu kuinginkan sepanjang hidupku. Tapi dia tak  terima ketika mengetahui kalau ayahnya yang juga ayah kandungku ternyata pernah menikah dengan ibuku, 20 tahun yang lalu.    


     Penolakannya tak menyurutkan harapanku suatu saat dia akan berubah, menerimaku dan aku akan berada di posisi yang sama dengan Alika, adik kandungnya satu ayah dan satu ibu yang tentu saja juga adikku. Aku kerap melihat dengan tatap penuh iri ketika dia begitu memanjakan dan menjaga Alika, juga pada tiap foto bersama mereka yang kulihat di social media. Sementara aku? Hanya seorang adik yang tak dia akui. Tapi, bukankah darah lebih kental dari air? Aku masih menyimpan harap suatu saat dia bisa menerima kehadiranku. Kini harapanku terwujud menjadi nyata.    

     Beep!    

      Suara dari BB yang menandakan ada BBM masuk membuyarkan lamunanku dan mengingatkan diriku agar segera bersiap. 'Jangan biarkan dia menunggu terlalu lama Faira,' hatiku mengingatkan. Aku mematut diri di depan cermin sekali lagi, tertawa sendiri menyadari aku seperti ingin pergi kencan padahal sarapan dengan kakak sendiri. Ketika kupastikan penampilanku sudah sempurna, aku meraih BB, membaca BBM yang masuk sembari berjalan ke arah pintu.

“Faira, darah kamu AB kan? Adik temanku sedang dirawat, dia butuh donor segera. Mungkin kamu bisa bantu. Namanya Alika, yang butuh darah AB itu segera.”
 

***


"Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma."

6 komentar:

  1. Alika disini lagi sakit yah, Alikaku mau nonton BSB :D

    Cerita yanti kalau dibaca selalu memberi kesan haluuuusss...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahahaha... pilihan nama kita sama ya mbak? Wekekeke...
      Bicara halus jadi ingat selimut yanti yang halusss kainnya :))))
      Makasih ya mbak...

      Hapus
  2. bagus mba :)

    saya juga pengen punya kakak cowok..
    tapi seibu sebapak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya punya dua mak, kakak cowok seibu dan sebapak :D

      Hapus
  3. Jadi bikin Alika galau ya.. Apakah sikap kakaknya itu tulus :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...