Senin, 30 November 2015

Noaki Neomarica dan Saya

Ketika ditanyakan tokoh siapakah saya dalam karya fiksi di mana karya itu bisa dibeli di toko buku Gramedia, maka saya tak ragu untuk mengatakan kalau saya adalah Noaki Neomarica. Tak masalah jika Noaki sekarang masih berusia 11 tahun. Toh, nantinya dia akan menjadi dewasa juga. Iya kan, Mbak Ary? (Menyapa penulisnya Ary Nilandari).
Bio Noaki. Sumber : https://www.facebook.com/NoaKeo/

Ketika membaca kalau Noaki bisa berubah dari manis menjadi ketus, seketika itulah saya merasa saya punya kemiripan dengan Noaki. Seb, sahabat Noaki, kemudian memberitahu tentang nama sikap Noaki ini. Noa itu moody (bahasa Inggris) atau Lunatique (bahasa Prancis) yang artinya mudah berubah-ubah suasana hati, terutama murung, merajuk, dan marah. Ah... Seperti itulah saya.


Saat halaman-halaman selanjutnya saya baca saya semakin menemukan kemiripan saya dan Noaki. Noaki pernah marah-marah kepada Seb karena ada sesuatu hal yang dikerjakan Seb yang mengkhawatirkannya. Keo yang memahami maksud Noaki kemudian memberitahu Seb dengan bahasa yang lebih halus. Di mana kemudian Seb bilang paham maksudnya dan seharusnya Noaki tidak perlu marah-marah. Di bagian itu saya merasa geli sendiri karena saya juga sering mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak saya dengan ngomel-ngomel. Padahal jika tidak dengan ngomel-ngomel juga bisa kan ya?
Salah satu ilustrasi di serial Go, Keo! No, Noaki! 2

Kemudian saat Noaki menjadi berubah sikap terhadap Keo menjelang pertandingan untuk memperebutkan kembali layang-layang Keo yang ada di tangan Kinanti. Noaki khawatir. Khawatir kalau ia tidak bisa memberikan yang terbaik. Takut andaikan kekalahan justru disebabkan olehnya hal itulah yang membuat Noaki menjauhi Keo. Aaah... Saya juga sering merasa seperti itu. Bukan tidak ingin membantu tapi kekhawatiran-kekhawatiran itu selalu mengiringi langkah ketika ingin mempersembahkan yang terbaik.

Mengapa saya begitu mirip dengan Noaki? Mungkin karena latar belakang saya dan Noaki sama. Noaki adalah anak ketiga yang punya dua kakak laki-laki. Persis sama dengan saya. Bedanya Noaki adalah bungsu yang tidak jadi karena kemudian dia punya adik bernama Hana, sementara saya adalah bungsu yang jadi karena mama saya tidak pernah melahirkan seorang adik untuk saya.

Sikap dan sifat ibu Noaki juga agak mirip dengan mama saya. Seperti saat Noaki bilang ibu seperti punya mata di belakang, tahu saja di mana Noaki berada. Mama saya juga seperti itu. Jangankan keberadaan saya, terkadang masalah saya pun mama bisa tahu tanpa saya pernah bercerita. Saya sering dibuat takjub karenanya.

Suatu hari Noaki ingin piknik bersama teman-temannya. Noaki bilang dia agak susah menjanjikan dengan pasti kalau bisa pergi karena ibunya selalu punya tugas dadakan yang membuat Noaki terhalang pergi. Keo kemudian mengusulkan bagaimana kalau Noaki bertanya dulu pada ibunya. Apa tugasnya buat hari minggu agar bisa dikerjakan di hari sabtu dan hari minggu bisa piknik. Ahahaa... Samaaa... Saya juga begitu. Terkadang kalau saya bersiap pergi, mama juga punya tugas dadakan dengan saya. Sama halnya dengan solusi dari Keo. Saya juga melakukan hal yang sama. Memberitahu mama kalau saya ingin pergi dan bertanya apa tugas saya jadi saya bisa pergi dengan tenang.

Dengan segala kemiripan sifat dan latar belakang keluarga, maka saya merasa Noaki adalah saya. Karena itulah segala yang dirasakan Noaki dalam serial Go, Keo! No, Noaki! yang diterbitkan Penerbit Kiddo juga saya rasakan. Saat Noa gugup, saya juga ikut gugup. Sewaktu Noa berdebar-debar, saya pun begitu. Ketika Noa khawatir, saya khawatir juga. Noa gregetan, saya ikut gregetan. Sampai-sampai ketika Noa tersipu dan senang dipanggil Keo dengan panggilan Noa yang artinya 'cintaku', saya juga ingin dipanggil Noa oleh suami saya. Hahaha....
4 seri Go, Keo! No, Noaki!

Itulah Noaki. Itulah saya. Membaca segala sikap, sifat, dan cerita Noaki justru membuat saya memahami diri saya sendiri. Ternyata saya seorang Moody. Saya adalah Lunatique. Saya sampaikan ke suami tentang Noaki yang mirip saya dan semoga dia paham jika sewaktu-waktu istrinya bisa mengalami perubahan mood yang sangat dramatis. Walaupun selama ini ia sudah memahami saya lebih dari apa pun.


Membaca kisah Noaki juga membuat saya menyadari kalau segala seseuatu yang tidak sesuai dengan harapan tidak harus disikapi dengan bamamay alias ngomel-ngomel (Bahasa Banjar mode on). Tapi itulah... Kadang begitu susahnya mengatur emosi karena saya Hairi Yanti Moody Lunatique :D Namun tidak ada yang tidak mungkin kan? 

12 komentar:

  1. Seru ya, serasa bercermin pas baca :)
    Kalo aku dulu pas masih labil juga suka moodyan, sekarang happy, semenit kemudian bisa jadi cemberut, belom bisa mengontrol emosi, tapi sekarang sudah berkurang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya belum bisa nih, Mbak. Masiiih moody. Suka berubah dengan seketika :D

      Hapus
  2. Hihii lucu juga bahasa banjarnya ngomel2.. bamamay..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Bahasa banjarnya bamamay. Orang yang suka ngomel2 namanya pamamayan :D

      Hapus
    2. pokoqnya mamay-mamay gitu lah yaa.. =D

      Hapus
  3. novel jepang fiksi aku mah ngga terlalu suka. apalagi belum pernah melirik lirik lebih mendalam dari karya sastra jepang. mungkin naoki bagian karya fiksi yabankah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini novel Indonesia dengan setting Indonesia dan ditulis penulis Indonesia :-)

      Hapus
  4. penulisnya keren ya... menciptakan karakter yg manusiawi bgt sampai2 ada yg mirip :D
    saya jg kadang msh susah sih mba mengatur emosi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa.. Betul, Mbak. Penulisnya memang jawara kalau nulis cerita anak :D
      Huhuhu... Sama kita ya, Mbak. Susah ngatur emosi. Hiks

      Hapus
  5. Suka deh ulasannya. Jadi tahu bahasa banjar. Aku juga moody hahaha

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...