Senin, 14 Desember 2015

[Cerpen Girls] Misteri Uang Niken

            Salah satu sumber datangnya ide adalah dari pengalaman. Malahan kalau pengalaman ini ide yang datang adalah paket komplit. Sudah satu paket dengan penyelesaian dan kita tinggal memodifikasinya saja sesuai dengan media yang dituju. Cerpen yang berjudul Misteri Uang Niken ini contohnya.

Ide cerpen ini dari pengalaman saya sendiri. Suatu hari Mama saya menemukan dompet beliau tergeletak di ruang tamu dengan kondisi terbuka dan uang di dalamnya raib. Beliau kemudian bercerita kepada saya, juga bercerita bahwa sebelumnya ada dua orang yang masuk ke ruang tamu. Saya bilang ke Mama buat menanyakan dulu ke penghuni rumah yang lain, siapa tahu abah atau kakak saya yang mengambil uang di dompet Mama. Mama akhirnya bertanya pada abah dan ternyata memang abah ‘tersangka’nya. Hehehe…. Abah mengambil uang di dompet mama untuk membeli sesuatu. Tidak masalah tentunya karena itu adalah uang bersama. Masalah selesai dan saya terpikir mendapatkan ide untuk menjadikannya cerpen anak, dengan modifikasi tentunya.

Cerpen ini dimuat di Majalah Girls No. 24 / Tahun X  yang beredar 1-15 Juli 2015.  Oleh redaksi Girls, cerpen ini diganti judulnya menjadi Uang Niken Hilang.


Majalah Girls adalah majalah buat anak-anak pra remaja. Semacam kakaknya Majalah Bobo.

Update : Majalah Girls sudah berhenti terbit :'(

Berikut adalah cerpen saya yang dimuat di sana. Happy Reading ^_^

Misteri Uang Niken
Oleh : Hairi Yanti

Uang itu hilang. Niken menggeledah isi tasnya. Tak puas hanya menggeledah, Niken menumpahkan semua isi tasnya. Merogoh tiap kantong dalam tas. Tapi hasilnya tetap nihil. Niken terduduk dengan isi tas yang masih berserekan.
Sore tadi Niken menemukan tasnya di sofa ruang tamu. Kantong depannya terbuka. Melihat kantong depan yang terbuka perasaan Niken menjadi tidak enak. Perasaannya bertambah galau saat tak menemukan selembar uang 50 ribu di sana. Niken ingat sekali dia menaruh uang di sana.
Uang itu hasil Niken membantu ibu membikin kue. Kalau Niken membantu ibu, ibu akan memberikan Niken bonus uang saku. Niken menyimpan uang itu untuk membeli buku yang sudah lama dia inginkan.
Niken mengingat lagi kejadian siang tadi. Niken pulang sekolah bersama Laras. Laras ingin meminjam buku cerita punya Niken. Laras diajak Niken masuk dan duduk di ruang tamu. Tas sekolah Niken taruh begitu saja di atas sofa. Niken dua kali meninggalkan Laras sendiri di ruang tamu, saat bikin minum dan mengambil buku. Setelah Laras pulang, Niken mengunci pintu rumah. Makan siang dan kemudian tidur siang. Dia lupa mengambil tasnya yang tergeletak di sofa.
***
“Ada siapa saja di rumah saat itu, Ken?” Lena bertanya pada Niken. Setelah Niken bercerita pada Lena esok harinya sepulang sekolah. Lena adalah tetangga Niken, tapi tidak satu sekolah dengannya.
“Ada ibu. Tapi ibu sedang bikin kue di dapur. Ayah juga sedang bekerja. Tapi tidak mungkin ayah dan ibu yang mengambil uangku kan, Len?” Lena mengangguk. Setuju dengan pendapat Niken.
“Atau ada yang mengambil pesanan kue datang ke rumah?” Lena bertanya dengan nada menyelidik. Niken menggeleng. Sore itu ibunya sendiri yang pergi mengantar kue pesanan pada langganannya. Tidak ada yang datang ke rumah.
“Tidak bertanya saja pada ibu atau ayah kamu?” Usul Lena langsung disambut gelengan kepala Niken. Niken khawatir ibu marah karena Niken tidak berhati-hati menyimpan uang.
***
“Pagi, Niken.” Laras tampak ceria pagi itu. Dia menyapa Niken dengan senyum manis di wajahnya.
“Tebak aku punya apa?” Laras duduk di samping Niken. Niken menggeleng, antara tidak tahu dan tidak minat ingin tahu.
“Tradaaaaa…” Laras mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak pensil berwarna pink. Niken ingat saat mereka ke toko buku beberapa waktu yang lalu Laras bilang ingin sekali punya kotak pensil itu. Tapi Laras mengaku dia tidak punya uang.
“Akhirnya aku bisa beli kotak pensil ini, Ken,” kata Laras sembari tangannya mengelus kotak pensil.
“Dapat uang dari mana?” Niken bertanya curiga. Laras menatap Niken masih dengan senyum di wajahnya.
“Ada deh,” jawab Laras sambil mengedipkan mata ke Niken. Niken menatap Laras tak senang.
***
“Aku tambah curiga, Len.” Niken menceritakan pada Lena semuanya setelah pulang sekolah. Tentang kotak pensil baru Laras, tentang Laras yang tidak mau memberitahu dapat uang dari mana.
“Dulu Laras bilang enggak punya uang.” Niken mengakhiri ceritanya.
“Dulu kapan?” Pertanyaan Lena membuat Niken mengingat-ingat saat mereka ke toko buku. Saat itu juga Niken melihat buku yang ingin dibelinya. Itu terjadi sebulan yang lalu.
“Kalau kamu udah dapat uang buat beli buku, mungkin Niken juga sudah punya uang buat beli kotak pensil itu,” tukas Lena.
“Tapi aku tidak mencuri,” cetus Niken.
“Laras juga belum terbukti mencuri uang kamu.” Lena menyahut yang membuat Niken terdiam. Tapi kecurigaannya belum juga hilang. Sejak kejadian itu Niken lebih banyak mendiamkan Laras. Mereka tak lagi mengobrol akrab seperti biasa.
***
 “Kemarin sudah beli bukunya, Ken?” Ibu bertanya saat Niken membantu ibu membikin kue di dapur. Niken bingung harus menjawab apa.
“Uangnya kemarin kurang ya? Nanti ibu tambahin kalau kurang.” Kata Ibu lagi. Saat ibu berkata itu, ayah yang baru pulang kerja masuk ke dapur.
“Atau minta tambahan dari ayah. Ayah baru dapat bonus tuh dari kantor.” Ibu melirik Ayah sambil tersenyum.
“Minta tambahan apa nih? Ayah baru datang langsung ditodong,” seloroh Ayah sambil nyengir.
“Itu loh, Yah, Niken mungkin uangnya kurang buat beli buku.” Ibu menjelaskan. Tiba-tiba ayah menepuk jidatnya sendiri.
“Astaga. Ayah lupa,” seru ayah yang membuat Niken dan ibu menghentikan kegiatannya dan melirik ayah.
“Beberapa hari yang lalu Ayah mengambil berkas yang ketinggalan di rumah. Ayah naik taksi tapi kelupaan bawa dompet. Ayah melihat ada uang menyembul dari tas Niken. Jadi, Ayah ambil uang itu dulu buat bayar taksi karena Ayah balik kantornya pakai mobil. Ayah lupa buat mengganti uang Niken.” Penjelasan ayah membuat Niken tertegun. Berarti Laras tidak bersalah, bisik hati Niken.
“Maafin Ayah ya, Niken. Nanti Ayah tambahin ya uangnya buat beli buku. Sebagai permintaan maaf.” Niken menunduk sedih. Dia teringat mendiamkan Laras beberapa hari ini. Perasaannya semakin tak nyaman saat menyadari kalau dia telah menuduh Laras mencuri.
“Ibu, boleh bikin kuenya lebih? Niken mau kasih kue buat Laras.” Ibu mengangguk. Ibu selalu senang berbagi.
Niken tersenyum senang. Dia akan mengajak Lena ke rumah Laras untuk mengantar kue. Sekalian meminta maaf pada Laras. Lena benar, seharusnya dia bertanya dulu pada orang rumah tentang uangnya yang hilang. Tidak serta merta langsung menuduh tanpa bukti, hanya berdasarkan prasangka. Semoga Laras mau memaafkannya.

***

12 komentar:

  1. waah ceritanya bagus mba, ide memang bisa muncul kapan saja ya, malah kadang kita tdk menduganya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener, Mbak. Kadang datang tak dijemput, kemudian hilang pun tanpa pamit si ide. Hehehe...

      Hapus
  2. Bener.. bagus jadinya, ringan gak berbelit-belit tapi sarat makna. ^^

    BalasHapus
  3. Sederhana dan bagus ceritanya Mbak. Keren!

    BalasHapus
  4. Yantiiii...aku skrg susah deh cari ide cerpen, apalagi cernak. Kenapa ya? *lho kok nanya aku, kata Yanti*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huhuhu... Ini pun mau memulai langkah ngecernak lagi, Teh..setelah sekian waktu absen. Susah jg ternyata :(

      Hapus
  5. aku belum bisa nulis cerpen / fiksi mak.. sampe sekarang..

    hmm.. belum usaha ding. hehe

    BalasHapus
  6. keren ceritanya, kadang kita suka pendek pikir ya, nuduh orang yang gak kita sukai...sukses ya Mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Ini juga pelajaran buat saya supaya ga nuduh orang sembarangan. Sukses juga buat Mbak Astin :D

      Hapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...