Minggu, 30 Oktober 2016

Gadis dan Kacamata

            “Kacamata sudah tidak nyaman,” kata saya ketika bersama suami berjalan-jalan di mall di Banjarbaru. Ujung mata saya melirik ke arah optik yang ada di mall tersebut.

            “Ayo bikin kacamata baru.” Suami menawarkan. Namun, saya balas dengan gelengan kepala.

            “Nanti saja kalau cerpen ke-20 dimuat di Bobo atau ada satu cerpen yang dimuat di Gadis,” ujar saya ke suami. Saat itu cerpen yang dimuat di Bobo ada 14, sementara di Gadis memang belum satu pun cerpen saya dimuat di sana. Tapi, ada satu cerpen yang tengah berjuang di meja redaksi Majalah Gadis.


            Ada dua ketidaknyamanan yang saya rasakan terkait kacamata yang saya pakai saat itu. Pertama, saya merasa minusnya bertambah. Untuk membaca tulisan atau melihat objek yang jauh sudah tidak terlalu jelas. Paling terasa saat menonton Indonesia GPG di Balikpapan, saya tidak terlalu jelas melihat raut wajah atlet di tengah lapangan. Hehehe…

Yang kedua, kacamata ini kacanya mudah sekali berembun dan embunnya itu akan lama hilangnya. Misalkan saat saya keluar dari udara lembab ke udara normal, maka kacamata akan berembun seperti baru keluar dari ruang ATM yang berAC atau dari mobil yang ber-AC.

Tadinya saya pikir itu karena lensanya, namun belakangan saya mengetahui salah satu penyebabnya karena jarak antara kaca dan mata saya begitu sempit. Kacamata saya itu tipikal kacamata yang penahan hidungnya itu menjadi satu bagian dari frame. Sehingga jarak antara mata dan lensa begitu dekat. Kalau kata suami sih, lensa berpengaruh juga. Ketika melihat ketidaknyamanan saya memakai kacamata, suami selalu menawarkan untuk mengganti. Namun, saya tetap bertahan pada keputusan saya kalau dua keadaan di atas yang akan membuat saya setuju melangkah ke optik.

Pada akhirnya, cerpen saya dimuat di Majalah Gadis pada pertengahan Oktober. Jadi, saatnya kacamata baru. Horeeeee…..
Kacamata dan Gadis

Diantar suami, saya menuju optik di Balikpapan. Seperti kebiasaan pada umumnya yang pertama kali dilakukan adalah mengukur minus mata saya. Oh ya, sebelumnya pihak optik mencari tahu minus mata di kacamata sebelumnya. Kata mereka, kacamata minus saya keduanya berukuran 1,75. Saya angguk-angguk saja karena memang lupa berapa minus mata saya. Seingat saya minus mata saya memang tak pernah lebih dari angka 2. Biasanya ada perbedaan di mata kiri dan kanan, juga ada silinder. Tapi, kata petugas optik, keduanya sama 1,75 dan tanpa silinder.

Selanjutnya mata saya yang diukur. Di sebuah mesin otomatis gitu, dan saya kaget ketika disebutkan minus mata saya lebih dari angka 3. Oh… Masa sih sebegitu drastis kenaikannya? Jadinya, diperiksa lagi dengan cara manual. Di mana saya diminta membaca objek huruf dan juga ada tes mata silinder. Dan ternyata memang minus mata saya menyentuh angka 3,25 untuk sebelah mata saya, dan 2,75 untuk mata sebelahnya lagi. Huhuhu…. Saya kaget mendengarnya.

Apa hendak dikata kalau kata Bung Bruto yang sering menjadi komentator di pertandingan bulutangkis. Saya harus menerima kenyataan itu dan selanjutnya memilih frame yang cocok. Lumayan lama untuk urusan memilih frame ini. Menyeimbangkan antara kenyamanan, kecocokan di wajah, dan budget. Hahaha… Setelah memilih lumayan lama, akhirnya saya mendapatkan yang terpilih. Kacamata tidak langsung jadi karena ada request khusus di lensa tersebut. Saya harus menunggu seminggu untuk mendapatkan kacamata baru.

Kamis kemarin, bertepatan dengan hari blogger, kacamata baru saya ambil dan langsung mengenakannya saat itu juga. Begitu mencobanya, kembali saya menemukan sensasi saat pertama memakai kacamata baru. Dunia menjadi lebih terang. Biru terlihat lebih biru dari biasanya, hijau terlihat lebih hijau dari biasanya. Sensasi yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang berkacamata.

Sejauh ini, kacamata baru saya ini enak dipakai. Tidak bikin sakit di bagian telinga karena memang ringan sekali. Kacamata berembun yang menjadi keluhan saya juga tidak terjadi lagi. Alhamdulillah…..

Namun, minus mata yang melonjak naik ini juga menjadi peringatan buat saya untuk menjaga kesehatan mata. Jangan sampai minusnya bertambah lagi. Huhuhu…. Yuk, mari kita jaga kesehatan mata.


Berhubung kacamata ini saya dapatkan saat cerpen saya dimuat di majalah Gadis, maka kita kasih nama saja kacamata tersebut dengan nama Gadis. Hahaha…..

12 komentar:

  1. Aku juga pake kacamata mba minusnya melejit terus tapi karena dulu sering pake softlense makanya saya coba mengecilkan minusnya hahaha menolak minus tinggi :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya belum pernah nyoba pakai softlense, Mbak. Takut masangnya. Padahal kedua kakak saya keduanya pernah pakai softlense. Saya satu2nya yang enggak pernah. Kami 3 bersaudara mata minus semua :D

      Hapus
  2. Rejeki gak kemana ya Mbak, pas butuh kacamata baru pas ada rejeki.

    BalasHapus
  3. Yeayyy... terbit di Gadis. Mantap, mba. Saya udah agak lama juga nggak nulis fiksi :D Kacamata untuk tukang nulis mah emang penting banget ya. Kalau udah nggak nyaman mesti diganti biar nggak ganggu baca tulisan lama2. Selamat, mba :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Penting banget. Lebih penting lagi kalau keluar rumah. Berasa ada yang kurang kalau ga pakai kacamata. Hehehe....

      Hapus
  4. Dari pengalaman pribadi, kacamata yang selalu dipakai selama beraktivitas bisa mempertahankan minusnya alias ga cepet nambah. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Sugiii... Sepertinya gituu. Saya suka lepas pasang. Di rumah jarang pakai kacamata. Ihiks. Harus dipakai terus ya..

      Hapus
  5. Luar biasa mbak, cerpennya sdh langganan tayang di bobo. Dan sdh antri di Gadis pula.

    Eh, tinggalnya di Banjarbaru ya. Saya pernah kesana, suka dengan pasar permata atau apa itu ya, yg banyak jual2 bross dan batu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ga langganan, Mbak. Ini lama ga dimuat di Bobo tulisan saya. Hehehe... Tapi saya aminkan aja. Moga beneran langganan dimuat di sana.

      Enggak, Mbak. Saya ga tinggal di Banjarbaru. Ke Banjarbaru jalan-jalan aja. Kakak saya yang tinggal di sana. Pasar permata sepertinya Cahaya Bumi Selamat ya, Mbak. Itu di Martapura. Tapi Martapura sama Banjarbaru dekat banget. Sepelemparan batu aja :D

      Hapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...