Jumat, 02 Juni 2017

Ipau, Primadona Takjil Buka Puasa

Lahir dan besar di Kalimantan Selatan membuat saya familiar dengan aneka takjil buka puasa khas kampung halaman saya. Pasar wadai adalah pasar yang tidak pernah ketinggalan saya kunjungi jika bulan Ramadan tiba. Saya dan keluarga pun sudah punya langganan untuk beli aneka takjil di Pasar Wadai. Beli ikan bakar di sana, beli sayur masak di sana, beli aneka kue di penjual itu, beli pecel dan nasi ketan di Acil Bungas. Hehehe…
Kue Lam basah. Salah satu takjil di Tanah Banjar

            Ngobrolin tentang wadai (kue) di Banjar itu identik dengan kue yang manis-manis. Sebut saja bingka barandam, sarikaya, amparan tatak, sari muka, hula-hula, bingka kentang, kue lam basah atau pun kering, semuanya manis dengan kadar kemanisan yang bisa ngalah-ngalahin wajah saya. Buahaha….

Bingka Barandam, bingka yang direndam dengan air gula

            Kemudian beberapa tahun ini muncul satu penganan yang dia manisnya tidak dominan, tapi sungguh menarik selera. Pizza, sang pelopor penjual penganan di Barabai, kampung halaman saya menamainya demikian.

Saat saya dan keluarga mencobanya kami pun langsung suka. Kue berlapis-lapis, dengan irisan daging, potongan wortel dan kentang serta taburan seledri dan bawang goreng di tiap lapisannya memang membuat lidah bergoyang. Pizza kemudian menjadi penetral di antara wadai-wadai manis yang kerap menghiasi meja saat berbuka puasa.
Ipau. Bentuknya bulat berlapis-lapis

            “Mama katuju pitsa tuh, kada manis pang,” ujar mama saya suatu ketika, mengatakan kalau beliau menyukai pizza karena tidak manisnya itu. Beberapa anggota keluarga kemudian bersepakat dengan mama. Maka, pizza menjadi primadona takjil buka puasa di keluarga kami.

            “Namanya ipau,” bilang kakak ipar saya ketika awal menikah dengan kakak saya. Saya pun jadi tahu kalau di Banjarmasin dan sekitarnya sana kue itu dikenal dengan ipau, bukan pizza. Disebut pizza mungkin karena bentuknya seringnya bulat dan ada toping di atasnya. Padahal kalau dari segi penampilan lebih mirip lasagna. Tapi mungkin urang Barabai belum terlalu familiar dengan Lasagna dan nama pizza lah yang dipakai. Strategi marketing juga sih ya. Jadinya, anak-anak ngerasa menikmati pizza yang sering di iklan itu. Maklum di Barabai tidak ada gerai pizza terkenal itu. Hihihi….
Ipau

            “Anti mau dibelikan apa?” Itu biasanya yang menjadi pertanyaan mama atau abah kalau saya mudik ke Barabai menjelang lebaran. Dan ipau selalu menjadi salah satu jawaban saya. Salah dua, tiga, dan, empatnya tidak usah disebutkan deh ya :D

            Sewaktu lamaran kakak kedua saya, di rumah calon kakak ipar saya (kala itu, sekarang udah jadi ipar bukan calon lagi), kami sekeluarga juga disuguhi ipau, tapi dalam bentuk berbeda yang biasanya kami santap. Jika, ipau yang selama ini kami nikmati di Barabai bentuknya berlapis-lapis layaknya lasagna, maka ipau suguhan saat lamaran itu bentuknya seperti risoles atau lumpia.
Bentuk lain ipau

Di dalamnya ada isian layaknya risoles dan lumpia juga yaitu potongan kentang dan daging. Bedanya di atasnya dikasih toping taburan seledri dan bawang goreng. Ipau ini kemudian disiram dengan saos santan. Sehingga rasa gurih dan enyak-enyak ala makanan bersantan itu yang bisa didapatkan ketika menggigitnya.

            Ipau ini konon katanya dipopulerkan oleh mereka yang ada di Kampung Arab di Banjarmasin, makanya ada rempah-rempah ala Arabia yang terdeteksi saat menikmatinya. Biasanya sih ada di daging yang dimasak ala kari.
ipau menjadi inspirasi cerpen saya yang dimuat di Majalah Bobo

            Kemarin saya melihat Chef Agus Sasirangan memasak ipau di tayangan pagi salah satu stasiun TV swasta (Search aja di Youtube, Agus masak ipau basumap). Kata Agus, kulit yang dipakai itu adalah kulit lumpia yang kemudian dikasih saos santan dan toping yang berupa kentang, wortel dan daging yang telah dimasak dengan bumbu kari.

            Penjual ipau di Barabai yang jadi favorit saya pun menyebut demikian, kalau kulit yang dipakai sebagai lapisannya adalah kulit lumpia, hanya saja dikasih santan dan siraman air santan sehingga rasanya lebih gurih.

            Tertarik menikmati ipau? Sama. Saya juga…


Sayangnya saya belum nemu yang jual di Kaltim. Harus bersabar dulu sampai mudik nanti. Tapi untunglah ipau di daerah saya tidak hanya dijual saat Ramadan, beberapa kali saat mudik di luar Ramadan, saya juga bisa menikmati ipau. Walaupun tetap saat Ramadan lah adalah waktu paling banyak ipau dijumpai karena ia menjadi primadona takjil buka puasa bagi saya. 

20 komentar:

  1. wah indonseia itu beragam kulinernya, ini sih gak ada yang pernah aku coba jadi penasaran juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Beragam banget kulinernya ya :-)

      Hapus
  2. aduuh kok ini enak banget keliatannya .. wah penasaran sama ipau..
    lihat lapisan2nya itu memag seperti lasagna ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul mbak Monda. Seeprti lasagna ya. Saya malah baru nyoba makan lasagna setelah penasaran karena ipau disebut lasagna-nya Banjar :-)

      Hapus
  3. Waan pengen nyobain ipau. Aku suka makanan yang model gini, kalo manis2 malah ga terlalu suka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, mbak Rahmi. Saya juga kalau kue manis paling icip dikit. Kalau manis ga terlalu suka saya :-)

      Hapus
  4. mbak aku ngiler bingka kentang, asal jangan kebanyakan telurnya hiks hiks..di jakarta susah nyari makanan banjar begini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bikin sendiri, Mbak. Saya kemarin bikin sendiri... agak hancur sih bentuknya tapi rasanya lumayan. Hihihi...

      Hapus
  5. Penasaran dengan rasanya. Baru denger juga makanan ipau ini. Di sini nyari di mana, ya. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ga ada seeprtinya di sana, Mbak Nia :D saya yang di Kaltim aja belum nemu yang jualan ipau. Hihihi

      Hapus
  6. Tiapa daerah punya makanan khas masing-masing ya, mba. Kalau di Cianjur khasnya kue saptu sama sale pisang buat takjil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget. Indonesia kaya akan kuliner :-)

      Hapus
  7. Waaah ini takjil favorit, bikin kenyang pula, di Rantau bila nyari sore-sore pasti ada di acil amparan tatak, jadi ulun nukar tarus. Hihihi
    Lawan bingka barandam tuh, favorit.
    Eh, ini bahasa hulu sungai banar lah :p

    BalasHapus
  8. Aku pernah mencicipi Ipau di Ambon, mba. Tapi namanya bukan Ipau, aku lupa deh namanya. Rasanya enaak

    BalasHapus
  9. Kayaknya aku salah waktu deh. Pagi-pagi baca makanan. Aduh...enaknya!

    BalasHapus
  10. Ya ampun, siang-siang gini salah baca postingan aku. :D

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...