Selasa, 11 September 2012

Dzulhijjah, 4 tahun silam (part 2)

Sambungan dari tulisan ini

Hari Arafah, 9 Dzulhijjah 1429 H

Selepas shalat subuh, rombongan kami langsung beranjak meninggalkan maktab di Mina menuju Bis yang akan membawa kami ke Arafah. Sebelumnya sempat terjadi kegamangan juga kapan mau berangkat ke Arafah? Karena beberapa rombongan yang bertetangga dengan tenda kami sudah menuju Arafah dini hari sekali, bahkan ada yang berangkat bada isya. Namun, para ustadz pembimbing bertahan agar kami serombongan tetap melaksanakan shalat wajib sebanyak 5 waktu dulu sebelum ke Arafah, karena sunnah Rasulullah seperti itu. Jadi kami akan berangkat bada subuh. InsyaAllah masih sempat mengejar waktu, kalau terjebak kemacetan yang parah, risiko terburuk ya harus jalan kaki.

Untuk ke Arafah, kami diperintahkan tak membawa semua barang, hanya barang yang penting saja.  Karena tidak tahu bagaimana kondisi yang akan kami hadapi nanti, bisa saja kami akan berjalan menuju Arafah, bisa juga saat thawaf nanti, kami tak bisa meninggalkan barang di Bis dan harus di bawa thawaf, akan memberatkan tentunya jika barang akan dibawa saat thawaf. Karena itulah saya hanya membawa barang di tas selempang dari travel. Oya, barang yang lain ditinggal di tenda di Mina karena sekembalinya dari Arafah kami akan mabit di Mina selama hari tasyrik. InsyaAllah aman saja barang kita ditinggalkan di Mina.

Kemudian, apa  aja isi tas yang saya bawa ke Arafah? Saya lupa. Tapi saya membawa satu stelan pakaian komplit. Dari ujung kaki sampai ujung kepala, di mana pakaian itu pakaian yang serba baru semua. Kata mama saya, Arafah itu hari penting. Di mana dosa-dosa kita akan diampuni, kita seperti terlahir kembali, putih bersih, karena itu pakailah pakaian yang serba baru, seperti seorang bayi yang baru lahir yang mengenakan baju serba baru. Hehehe… Hal ini ternyata sudah familiar di kalangan keluarga saya. Tiap wukuf di Arafah mereka menyediakan pakaian yang serba baru yang akan dikenakan pas waktu wukuf, jadi saya berganti pakaian saat menjelang dzuhur. Dan yang tak boleh dilupakan, bawalah mushaf dan juga buku-buku kumpulan doa yang kita punya. Inilah puncak dari ibadah Haji itu ^_^

Alhamdulillah, walau padat dengan kendaraan bis yang kami tumpangi tiba di dekat maktab di Arafah lumayan cepat. Sekitar jam 8 pagi kalau saya tak salah ingat. Oya, di sepanjang jalan dari Mina menuju Arafah memang padat sekali, hampir semua berpakaian ihram (laki-laki yang paling terlihat). Sopir bis kami juga berpakaian ihram, yang artinya beliau juga berhaji. Setelah bisa berhenti kami pun segera turun, ada beberapa orang yang membagikan makanan dan minuman di sekitar bis. Hadoh, saya lupa apa istilahnya. Intinya.. menurut kabar yang saya dengar, orang-orang kaya di Arab Saudi berebut memberikan makanan buat para jamaah Haji, buat para tamu Allah. Waktu itu saya mendapatkan susu unta, yang kadaluarsanya hanya dalam hitungan jam.

Sebelum sampai maktab, seorang wanita paruh baya berwajah arab mencegat langkah saya. Entah apa yang beliau katakan, saya ga ngerti. Waktu itu beliau memandang saya sembari tersenyum dan berkata-kata serta mengusap wajah saya. Hihihi… Saya hanya mengaminkan kata-katanya saja. Karena itu hari arafah dan di padang arafah, insyaAllah apa yang dikatakan beliau yang baik-baik saja. Wanita itu terus memandang saya walaupun saya telah berlalu dari hadapan beliau, entah apa yang ada dalam pikiran beliau.
“Mungkin takjub karena Anti berHaji masih sangat muda sekali,” kata seorang teman jamaah yang saya ceritakan hal tersebut. Entahlah, saya tak yakin. Toh, banyak jamaah dari Negara lain yang juga muda-muda.

Sesampai di maktab, kami langsung menuju tenda yang bertanda buat travel kami. Kondisi tendanya lebih bersih dari Mina, mungkin karena tenda di sini tidak bersifat permanen, jadi hanya dipasang ketika hari Arafah tiba. Para muthawif meminta kami agar segera mengambil sarapan, yah sarapan tetap dengan menu prasmanan dan antri seperti di Mina, kami diminnta menjaga kesehatan dengan tak telat sarapan, karena puncak ibadah haji memerlukan stamina yang kuat.

Selepas sarapan, para muthawif mengarahkan kami agar beristirahat. Tidur kalau bisa. Ya itu, karena selepas ini kami akan menghadapi puncak ibadah Haji yang bisa jadi membuat kami tak tidur layak sehari semalam. Saya pun mencoba untuk memejamkan mata, tapi rasanya hanya terlelap sesaat.

Menjelang dzuhur, saya sudah berganti pakaian yang baru :-) para jamaah lain juga sudah bersiap-siap. Akan ada khutbah wukuf sebelum waktu dzuhur. Kami melaksanakan khutbah hanya di tenda saja, tidak bergabung dengan jamaah lain di maktab ini, oya satu maktab terdiri dari beberapa tenda dari beberapa travel. Kami tetap bertahan di tenda saja walau banyak jamaah lain yang menyemut di sekitar jabal Rahmah. Sebagian besar bukan jamaah dari Indonesia. Yang penting tetap masuk di wilayah Arafah. Walau saya pribadi ingin sekali mengejar keutamaan wukuf dengan mendekat ke Jabal Rahmah. Hehehe… tapi cukup sampai pada ingin saja.

Khutbah Jum’at kali itu sungguh membuat saya mewek abis-abisan. Air mata saya tumpah pah pah….  Teringat dosa-dosa saya, khilaf-khilaf saya, kekurangan, kemalasan saya dalam beribadah tapi Allah begitu baiknya mengundang saya menjadi tamuNya. Teringat juga akan besarnya pengorbanan kedua orang tua saya, melahirkan, membesarkan, mendidik hingga terus mengupayakan agar mimpi saya terwujud, termasuk ke Tanah Suci kali ini. Saya tau betapa besarnya keinginan mama untuk kembali ke Tanah Suci setelah menunaikan Haji tahun 92. Tapi mama selalu bilang, mama ingin anak-anak mama ke Tanah Suci semua, baru mama ke sana lagi. Huhuhu…. Finally, harapan mama memang terwujud, mama dan abah umrah tahun 2009 setelah ke 3 anaknya sudah pernah ke Tanah Suci semua.

Menit-menit menjelang dzuhur kakak menelpon ke rumah, meminta ampun atas kesalahan pada mama abah dan juga minta doa karena sebentar lagi waktu wukuf akan datang. Huwaaa… saya mewek lagi deh. Ga sanggup ngomong sama orang rumah. Kakak juga menelpon ustadz dan minta doa untuk kelancaran prosesi Haji kami. Apa saja yang dilakukan waktu wukuf? Apa pun bisa. Berdiam diri pun tak mengapa. Karena jika kita sudah berada di Arafah, itu sudah masuk rukun Haji. Tapi tentu saja, karena saat wukuf adalah saat-saat yang mulia.. sayang jika melewatkannya hanya dengan berdiam diri. Saya pernah membaca kalau ada yang membagi waktu wukuf mereka. Dari menit ini ke menit ini tilawah. Menit sekarang ke menit sekian shalat, trus menit yang lain dzikir ini, doa ini dan ini. Hal itu saya rasa patut dicontoh, supaya lebih mengefektifkan wukuf kita. Ah, saya sangat ingin kembali mengulang prosesi wukuf lagi. Semoga Allah mengabulkan. Aamiin… Saya ingin melaksanakannya beserta suami. Aamiin…

Makan siang gimana yan? Tenang… sehabis shalat dzuhur ada makan siang tersedia. Sempatkan makan di sela aktivitas wukuf kita.
Menit terus melaju… sampailah kemudian kita di detik-detik terakhir wukuf. Ah, saya sangat sepakat dengan kata-kata yang saya temukan di buku Haji Backpacker Aguk Irawan MN.
 Tempat merenung mana yg lebih indah dari suasana ba’da ashar di Arafah dgn awan yang bergerak perlahan sangat rendah? Bagaimana pula orang tak rindu untuk kembali pergi Haji?
Karena suasana menjelang senja di Arafah sungguh membuat merindu. Saat semua mengantar saat wukuf itu dengan hati yang berat. Saya lihat jamaah-jamaah Haji berdiri, menghadap kiblat, menengedahkan tangan, memanfaatkan detik-detik terakhir wukuf sampai adzan maghrib berkumandang. Saya terus berharap agar saya bisa mengulang kembali prosesi wukuf di waktu yang akan datang. Aamiin….

3 komentar:

  1. Aq juga inget banget suasana pas wukuf itu, nggak bisa dilukiskan dengan apapun ya Yan. Hanya bisa menangis dan memmohon ampun :)

    BalasHapus
  2. Ry... Iyaa... hari terindah dalam hidup qta ya. Alhamdulillah...

    mbak Indri.. Aamiin ya Rabb.. Yanti pun ingin sekali mengulang semua prosesi itu mbak. Semoga Allah kembali mengundang.

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...