Sabtu, 21 November 2015

[Cerpen] Sebuah Keputusan

Sebuah Keputusan
Oleh : Hairi Yanti

“Minggu depan aku kembali ke Balikpapan.” Killa mengamati reaksi Ardi yang duduk di depannya. Ardi terlihat berhenti mengunyah, memandangnya sekilas kemudian kembali melanjutkan makannya. 

 “Kapan resign?” Ardi bertanya tanpa memandang Killa. Sementara piring di depan Killa sudah bersih. Killa sudah menghabiskan makanannya sebelum Ardi datang. Ardi terlambat datang ke tempat mereka berjanji untuk makan siang bersama dengan alasan klasik untuk penduduk kota ini : macet. Itu pun Killa sudah sangat bersyukur, mereka bisa bertemu di tengah kepungan pekerjaan yang padat setiap harinya. 

“Lusa hari terakhirku di kantor.” Killa menjawab. Pemberitahuan resign sudah dia layangkan sebulan yang lalu. Sesuai ketentuan dari tempat perusahaan dia bekerja. Setiap karyawan yang resign harus memberitahu satu bulan sebelumnya. Agar pekerjaan bisa dialihkan ke penggantinya tanpa menganggu deadline pekerjaan yang ada. 


Killa memang beruntung karena momen dia buat resign sangat tepat dalam kondisi sekarang. Saat harga minyak dunia turun dan perusahaan banyak menunda produksi hingga harga minyak dunia kembali normal. Sehingga project-project yang biasanya akan bersusulan mengepung pekerjaannya menjadi lebih longgar dari biasanya. Setelah project yang dia pegang sekarang selesai, Killa belum melihat ada project baru yang akan dia tangani lagi. Sehingga pengajuan diri buat resign pun tidak mengalami hambatan yang berarti. 

“Keputusan kamu sudah bulat?” Ardi meletakkan sendok dan garpu di piringnya yang telah bersih dalam keadaan terbalik, pertanda kalau dia sudah menyelesaikan makan. Dari nada bicara Ardi, Killa tahu mereka akan masuk ke pembicaraan yang serius. Killa sudah sangat mengenal Ardi. Hubungan mereka sudah berjalan sekian tahun. Bahkan Killa sudah mengenal Ardi nyaris 10 tahun yang lalu. Saat dia pertama kali menjejak kampus biru kebanggaan mereka. 

Ardi adalah teman kuliahnya. Saat kuliah mereka menjadi partner dalam segala hal, untuk urusan akademik juga organisasi. Saat Ardi menjabat sebagai ketua himpunan, Killa menjadi sekretarisnya. Dalam setiap kelompok praktikum, di mana ada nama Ardi tercantum, di grup yang sama juga akan ada nama Killa. Teman-teman sering bilang Killa dan Ardi seperti tak terpisahkan. Hal yang membuat Killa sebenarnya bingung karena hubungan mereka tidak seperti yang orang lain bayangkan. Tidak pernah sedikit pun ada pernyataan cinta dari Ardi pada Killa. Apalagi pernyataan itu keluar dari mulut Killa. Tidak pernah sama sekali. 

Selepas kuliah saat mereka sama-sama merintis karier di dua perusahaan yang berbeda, hubungan mereka sempat merenggang. Sampai pada suatu hari Ardi mengatakan sesuatu pada Killa. 

“Jika nanti aku akan menikah tidak ada wanita lain yang terpikirkan olehku selain kamu, La.” Hanya itu yang terucap dari bibir Ardi. Tapi sudah sanggup membuat perasaan Killa melambung. Padahal Ardi mengatakannya dengan intonasi yang sangat biasa. Tidak ada tatapan lembut atau sembari menggenggam tangannya seperti yang biasa Killa baca di novel-novel koleksinya. Tapi Killa tak memedulikan hal itu, dia hanya peduli pada satu kenyataan kalau ternyata Ardi menginginkannya sama dengan dia menginginkan Ardi menjadi teman seumur hidupnya. 

“La, melamun?” Suara Ardi membuyarkan lamunan Killa. Killa tersenyum tipis.

“Kamu tahu aku tidak punya pilihan lain, Di.” jawab Killa.

"Aku yakin penghasilan bulananku bisa melebihi omset usaha catering kamu," tegas Ardi yang membuat mata Killa mengkilat kemudian meredup seketika.

"Ini bukan masalah uang, Di." Ardi menghela napas mendengar jawaban Killa. Seperti ada beban berat yang menghimpitnya sekarang. Tapi keputusan Killa memang tidak bisa diubahnya lagi. Saat ini Killa memang harus kembali ke Balikpapan, ke kampung halamannya. Sudah cukup Killa habiskan waktunya 5 tahun di kota ini. Jakarta dengan segala yang ada di dalamnya. 

Keputusan ini sudah Killa pertimbangkan matang-matang, juga disertai dengan istikharah. Usaha catering keluarganya di Balikpapan membutuhkan pengendali baru saat mamanya sudah tidak sanggup mengurusnya sendiri. Dan hanya Killa yang bisa memegang kendali itu. Satu-satunya kakak yang dimiliki Killa sudah hijrah ke kota Batam. Kariernya melesat cepat di sana dan tidak ada niatan untuk kembali ke Balikpapan apalagi mengurus catering yang bukan passion-nya.

Berbeda dengan Killa, setelah 5 tahun mencoba, Killa merasa selalu tertekan setiap hari senin datang. Dia tidak pernah merasa bisa menyukai pekerjaan yang sekarang digelutinya. Berkutat dengan report yang harus dia selesaikan per harinya, menyusun schedule project dan setiap hari schedule itu akan terus di update sampai project selesai. Belum lagi jika Killa harus membantu membikin schedule project buat tender baru yang akan dihadapi perusahaannya. Itulah pekerjaan yang harus ditanganinya sebagai seorang site planner. Semua pekerjaan yang dilakukan Killa memang selalu berjalan dengan baik, tapi tak cukup membuat dia bahagia. Killa merasa itu bukan dunianya. 

Kemudian ibu jatuh sakit. Usia menggerus tenaganya menangani berbagai orderan catering dari banyak pihak. Usaha catering ibu memang melaju pesat. Orderan catering mereka bahkan sudah penuh pada saat weekend hingga enam bulan ke depan. Sebagian besar adalah catering untuk pesta pernikahan. Dibutuhkan seseorang buat menggantikan posisi ibu. Killa adalah satu-satunya pilihan. 

Selepas kuliah saat Killa memutuskan bekerja di Jakarta, ibu sempat memperkerjakan salah satu keponakannya. Dengan harapan keponakannya itu lah yang akan meneruskan usahanya. Namun, kualitas produksi catering mereka menurun. Ada banyak hal yang ditekan sepupu Killa itu agar harga produksi menjadi turun dan keuntungan yang diraih menjadi lebih banyak. Hal itu membuat ibu berang. Ibu membutuhkan seseorang yang benar-benar mencintai usaha cateringnya dan menjalankannya dengan penuh cinta. Bukan semata mengejar keuntungan. 

Killa tahu persis bagaimana ibu merintis usahanya hingga menjadi besar seperti sekarang. Ibu memulainya dari nol. Dari menerima pesanan-pesanan kecil tetangga mereka juga menaruh kue-kue di kantin sekolah. Ibu melakukannya seorang diri karena ayah mereka meninggal saat Killa masih kecil. Perlahan tapi pasti usaha ibu terus berkembang. Satu karyawan direkrut untuk membantu ibu sampai kemudian sekarang ada puluhan karyawan yang mencari nafkah lewat usaha catering mereka. Karena catering bukan hanya usaha memasak, tapi juga menyuguhkan dan melayani para undangan, termasuk membereskan beragam hal setelah acara selesai. Dan itu dibutuhkan banyak tenaga serta manajemes yang baik. 

Mereka lah yang dipikirkan ibu jika harus menutup usaha catering yang dimilikinya. Killa pun tidak akan membiarkan usaha catering ibu berakhir begitu saja. Bagaimana pun usaha itulah yang membuat kehidupan ekonomi keluarganya menjadi lebih baik. Keputusan itulah yang membuat dia harus kembali ke Balikpapan. 

“Aku diterima kerja di Jepang, La.” Suara Ardi kembali membuat pandangan Killa terpusat padanya.

“Apa?” Killa mendengar persis apa yang dikatakan Ardi. Tapi pertanyaan apa itu keluar begitu saja dari mulutnya. Killa tahu persis kalau sejak beberapa bulan lalu Ardi sedang berusaha keras bisa diterima bekerja di Jepang. Ardi bahkan menghadiri acara pameran kerja di Singapura demi memuluskan langkah mewujudkan impiannya itu. 

“Tadi pagi keputusan dari perusahaan itu baru kuterima.” Killa menghela napas. Seharusnya dia mengucapkan selamat buat Ardi. Tapi pikiran lain justru memenuhi pikirannya saat ini. Jakarta-Balikpapan sudah terasa sangat jauh baginya. Dan kini jarak itu semakin membentang yaitu antara Jepang-Balikpapan. Entah di daerah mana Ardi akan bekerja.

“Lalu?” Kata itu lirih keluar dari mulut Killa. 

“Hubungan kita…” Ardi menggantung kata-katanya. Killa juga tidak ingin menebak oh bukan, Killa terlalu takut menebak apa yang akan Ardi katakana setelahnya. 

“Kita sudah 29 tahun, La. Aku ingin menikah sebelum usia 30. Apa itu masih memungkinkan buat kita?” Killa merasakan dadanya sesak seketika. Ardi yang dia kenal adalah seseorang yang selalu berpikir berdasarkan logika. Killa tahu persis akan hal itu. Rasanya tidak mungkin kalau Killa sekarang berkata pada Ardi kalau cinta akan mengatasi itu semua. 

“La,” panggil Ardi lagi. Saat hanya kebisuan yang tercipta antara mereka. 

“Entahlah, Di. Aku juga bingung.” Hanya itu yang bisa Killa katakan. Sebenarnya Killa tahu jalan keluarnya, di antara mereka berdua harus ada yang mengalah. 

“Beri aku kesempatan tiga bulan di sana. Setelah itu aku bisa membawa kamu ke sana. Tentu saja setelah kita…” Ardi terdiam sebentar. “Menikah,” lanjutnya kemudian. 

Killa memandang Ardi yang balas menatapnya dengan pandangan serius. Seharusnya ini adalah momen yang sangat membahagiakan bagi Killa. Killa telah lama menunggu Ardi melamarnya, mengajaknya menikah. Setelah perkataannya dulu bahwa tidak ada wanita lain yang ingin dia nikahi selain Killa, Ardi tidak pernah berkata apa pun lagi terkait hubungannya dengan Killa kecuali jika mereka menikah suatu hari nanti, mereka harus tinggal satu atap. Ardi tidak menginginkan adanya hubungan jarak jauh, Killa juga tahu persis akan hal itu. Orangtua Ardi bercerai saat menjalani pernikahan jarak jauh. Saat papanya Ardi bertugas di Papua, papanya menikah lagi dan hal itu tidak bisa diterima oleh mamanya Ardi. 

Killa setuju akan kesepakatan itu dan Killa pun betah menunggu. Satu hal yang diyakini Killa, jika suatu saat dia menikah, itu dengan Ardi, bukan yang lain. Namun sekarang? Killa merasa jalan di depannya buntu. 

Sebenarnya hal ini bisa diatasi kalau salah satu dari mereka bisa mengalah. Killa yang tidak jadi mengambil alih kendali usaha catering ibunya atau Ardi yang mengalah tidak jadi ke Jepang dan bekerja di Balikpapan. Ada banyak peluang pekerjaan yang bisa didapat Ardi di Balikpapan. Namun, Killa juga tahu kalau Jepang telah menjadi mimpi Ardi sejak masa remaja dulu. Saat impiannya di depan mata, Killa pesimis Ardi mau mengalah untuknya. Sementara dalam benak Killa terbayang puluhan karyawan catering ibunya. 

“La,” panggil Ardi. Killa mendongak. Ardi masih menatapnya dengan pandangan serius. Kemudian mereka berbicara banyak hal. Tentang berbagai kemungkinan yang bisa mereka ambil. Tentang siapa yang harus mengalah. Melupakan sejenak pekerjaan mereka yang menanti setelah jam makan siang. Killa tahu Ardi bukan seseorang yang membiarkan masalah berlarut-larut tanpa ada jalan keluar. Semuanya harus mereka putuskan secepatnya. Dan setelah satu jam berlalu keputusan akhirnya mereka ambil. 

“Jaga diri.” Ardi hanya mengatakan itu kemudian berbalik meninggalkan Killa. Killa pun berjalan berlawanan arah dengan Ardi. Killa mencoba meraup oksigen sebanyak-banyaknya untuk bisa memenuhi paru-parunya yang terasa sesak. Hari itu, di bawah langit Jakarta yang menggelap karena mendung, Ardi dan Killa berjalan berlawanan arah. Begitu pun hari-hari yang akan mereka lewati setelahnya. 

"Ini bukan lagi tentang uang dan cinta. Tapi tentang tanggung jawab dan impian yang sama-sama ingin kita raih dan tidak bisa kita tinggalkan." Kata-kata Ardi masih terngiang di telinga Killa di tengah isak dan airmata yang menyatu dengan hujan. 

***
Balikpapan dari Udara

13 komentar:

  1. keputusannya masih menganntung ya? cinta dan uang. Duh ikut deg degan y

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah diputuskan kok, Mak. Tapiii.... Masih galau. hehee...

      Hapus
  2. Hiks hiks.. Sedih bacanya.. Ayo atuh ada yang mengalah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maunya Killa, Ardi yang ngalah. Maunya Ardi, Killa yang ngalah. Gimana dunk, Mbak? hehehe...

      Hapus
  3. handak umpat tapi kada sempat meulah :(

    BalasHapus
  4. Apapun keputusan mereka, semoga mak yanti menang lombanya heheee.. ceritanya bagus mak. Jadi laper ngomongin catering *eeeh....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin... Makasiiih doanya, Mak. Udah sarapan kan? :D

      Hapus
  5. Foto Balikpapannya masih banyak asap.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai seseorang tak bernama yang saya tahu siapa Anda. Terima kasih sudah membaca.. Luv u :*

      Hapus
  6. Foto Balikpapannya masih banyak asap.. :D

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...