Senin, 27 Juni 2016

[Resensi] Malam-malam Terang

Resensi buku Malam-malam Terang ini dimuat di Tribun Kaltim kemarin, Minggu, 26 Juni 2016. Akar konflik dari novel ini adalah ketika Tasniem tidak mendapatkan hasil NEM seperti yang ia harapkan. Ia berharap meraih NEM minimal 48 agar bisa meneruskan pendidikan ke SMA favorit, tapi NEM yang ia peroleh hanya 44,73.

Gara-gara resensi ini, saya kemudian cerita-cerita ke suami tentang kisah di dalamnya. Perbincangan kami berlanjut tentang NEM masing-masing yang diperoleh pada zaman sekolah dulu. Dan saya langsung baper plus minder karena NEM saya jauuuuh lebih rendah dari NEM suami. Wakakaka…. Ngapain juga bapernya sekarang yak? :p

Oya, ini resensi yang saya kirim ke Tribun Kaltim. Judul diedit sama redaksi, ‘Meraih Keberhasilan’nya dihilangkan. Happy Reading ^_^

Perjuangan Meraih Keberhasilan Setelah Kegagalan
Oleh : Hairi Yanti


Mendapatkan nilai yang buruk adalah mimpi yang menakutkan buat para pelajar, terlebih jika nilai buruk itu didapatkan kala Ujian Akhir Nasional. Imbas dari mendapatkan nilai yang tak sesuai harapan pun didapatkan. Seperti tidak bisa melanjutkan sekolah ke sekolah yang selama ini diidamkan.

Tasniem Rais mengalami  hal tersebut. Salah satu putri dari tokoh bangsa Amien Rais ini harus menelan pil pahit saat Nilai EBTANAS Murni (NEM) dibagikan. Tasniem pernah menjadi juara kelas dan selalu berada di peringkat lima besar di kelas, namun ia menyadari satu hal, saat EBTANAS ia tidak optimal mengerjakan soal. Ketika EBTANAS, Tasniem grogi dan kehilangan konsentrasi.

Hasil yang diperoleh Tasniem ternyata memang sangat mengecewakan. Tasniem mendapatkan nilai yang jauh dari harapan dan membuat ia gagal melanjutkan sekolah ke SMA favoritnya. Tujuannya saat itu adalah SMA 3 dan untuk masuk ke sana nilai NEM minimal adalah 48, sedangkan Tasniem hanya mendapatkan 44, 73.

Hal itu membuat Tasniem merasa malu dan tidak percaya diri. Ia menghindar dari teman-temannya. Di saat ia menata hati untuk menerima kenyataan, beberapa peristiwa terjadi padanya. Semuanya mengacu pada satu negara, Singapura. Hal itu seperti menjadi ilham buat Tasniem untuk melanjutkan pendidikan ke Singapura.

Penolakan pertama akan ide Tasniem adalah dari sang ibu. Dengan alasan jarak dan biaya, ibunda Tasniem tidak bisa meloloskan permintaan putrinya. Namun, kedua orangtua Tasniem akhirnya menemukan satu jalan yaitu dengan menjual sepetak tanah untuk biaya Tasniem sekolah ke Singapura.

Merantau ke Singapura bukan akhir dari perjuangan Tasniem, tapi justru menjadi awal baru kehidupannya yang tak lagi sama saat di Tanah Air. Di Singapura, Tasniem harus bekerja keras membiasakan diri berbicara dan mendengar dengan bahasa asing, hidup mandiri jauh dari keluarga, belajar giat di sekolah barunya, juga menahan perasaan homesick yang mendera perasaannya.

Kegagalan saat Ebtanas yang dialami Tasniem, tak ingin ia ulangi lagi. Saat menjelan ujian, Tasniem pun mengatur strategi untuk belajar. Tasniem memulai harinya sejak pukul tiga pagi, baginya waktu tersebut adalah waktu yang terbaik untuk memahami sesuatu. Ia juga selalu mengerjakan shalat tahajud. Melakukan shalat Tahajud membuat Tasniem merasa tenang.

Tasniem membawa dirinya sampai batas terjauh dalam berusaha. Dimulai dari pukul tiga pagi, sampai pukul enam pagi ia baru berhenti. Setelahnya ia menyiapkan diri untuk sarapan dan masuk kelas pagi. Kelas berakhir pada jam tiga sore, satu jam setelahnya ia manfaatkan untuk istirahat. Setelah mandi sore, biasanya pukul lima, Tasniem berangkat menuju study room untuk belajar. Ia habiskan waktu hingga pukul sembilan malam untuk belajar dengan diselingi shalat dan makan.

Sepuluh hari Tasniem melakukan hal tersebut. Pada sepuluh hari kedua, giliran pelajaran seperti matematika, fisika, biologi, dan kimia yang menjadi targetnya. Ia pun merubah strateginya. Tasniem tidak lagi belajar sore sampai malam, tapi ia tidur dan bangun lebih cepat. Biasanya ia bangun pukul tiga, saat itu ia bagun pukul satu. Tasniem beranggapan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan angka, ia butuh otak yang lebih segar dan bugar. Dan di waktu itulah ia mendapatkannya.

Malam-malam Terang adalah sebuah novel perdana dari duet suami istri Tasniem Fauzia Rais dan Ridho Rahmadi. Isinya sangat memotivasi para pembaca, terutama para pelajar. Bagaimana Tasniem berjuang berjuang untuk belajar dan mendapatkan nilai yang bagus. Bahwa dalam belajar, kita memerlukan strategi. Hasil yang bagus tidak diperoleh dari belajar secara kebut semalam. Tasniem tidak merasa lebih cerdas dibanding teman-teman di kelasnya. Ia hanya berusaha lebih keras daripada teman-temannya. Tasniem belajar ketika teman-temannya belajar, dan ia pun belajar ketika teman-temannya tidur.

Perjuangan Tasniem dalam merantau di usia muda juga menjadi hal yang menarik dari novel ini, juga cerita tentang persahabatan dan romansa antara Tasniem dengan kakak kelasnya di SMP. Semuanya menyatu dalam sebuah karya yang inspiratif berjudul Malam-malam Terang.
***

Data Buku :
Judul                          : Malam-malam Terang
Penulis                      : Tasniem Fauzia Raid dan Ridho Rahmadi
Penerbit                    : Gramedia Pustaka Utama
Editor                         : Donna Widjajanto
Tebal Buku              : 242 Halaman
                                                               

5 komentar:

  1. Dapat berapa bintang ni buku? Kira2 aja.. :D

    BalasHapus
  2. Buku ini masuk kategori personal literatur atau novel setengah fiksi atau apa ya, mbak? Awalnya kukira novel fiksi yang tidak mengacu pada hidup si penulis sama sekali lho. :D

    BalasHapus
  3. wah pengen banget baca novelnya

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...