Jumat, 15 Januari 2016

Malam Minggu di Kota Kandangan

Kandangan adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Bertetangga dengan kota Barabai tempat saya tinggal. Jaraknya hanya sekitar 30 km. Waktu tempuh kira-kira 30 menit dengan kecepatan sedang. Walau jaraknya dekat, saya baru menyadari kalau saya nyaris tak pernah ke Kandangan hanya sekadar jalan-jalan. 

Mengunjungi kota Kandangan tentu pernah. Ada adik dan kakak mama saya yang berdomisili di sana. Setiap ke Banjarbaru atau Banjarmasin pun akan selalu melewati kota tersebut. Namun hanya sekadar lewat. Kalau pun ke Kandangan selalu ada acara yang ingin dihadiri. Sekadar jalan-jalan? Oh itu jarang terjadi. Tapi kemudian terjadi di malam minggu kemarin. 

Awalnya saya, kakak ipar, dan tante yang berencana ingin pergi ke Kandangan. Tapi tak mendapatkan izin dari om saya. Akhirnya pergilah kami bersama om dan kakak di malam minggu. 

Perjalanan dimulai saat matahari sudah nyaris menuntaskan tugasnya menerangi bumi di siang hari. Menjelang maghrib mobil yang kami tumpangi membelah jalan Barabai menuju Kandangan dengan kecepatan sangat santai. Sambil ngobrol-ngobrol di dalam mobil. Alhasil, salat maghrib pun akhirnya ditunaikan di sebuah mesjid di tepi jalan. 

Setelah salat maghrib, perjalanan pun dilanjutkan. Kali ini tujuannya langsung menuju pasar Kandangan. Memburu sesuatu yang memang tujuan utama kami ingin ke Kandangan. Lamang. Itulah yang kami beli.
Lamang di lapak penjual
Lamang adalah nasi ketan yang dibakar di dalam bambu. Di lain daerah mungkin ada yang serupa dengan lamang tapi namanya beda. Di daerah kami nama penganan itu lamang. Lamang lho ya.. Bukan lemang. Karena di lidah orang Banjar, e akan berubah menjadi i atau a. Kali ini Lemang menjadi Lamang. 

Sampai di pasar Kandangan ada beberapa penjual Lamang yang kami temui. Dua batang lamang pun dibeli dengan harga 90 ribu. Satu batang dengan diameter yang agak besar harganya 50 ribu. Sementara yang lebih kecil harganya 40 ribu. Kembalian 10 ribu pun digunakan untuk membeli telur asin. 

Lamang ini bersikap tak bisa hidup sendiri. Serasa ada yang kurang kalau dimakan begitu saja. Salah satu alasan mengapa saya dan keluarga ingin memburu Lamang hingga ke Kandangan karena punya pasangan yang pas buat si lamang. Seminggu yang lalu ada acara di rumah saya dan kemudian menyisakan sambal sate yang banyak. Sambal sate adalah kuah yang biasa disiram di atas sate dan sambal sate itu cocok sekali dimakan bersama lamang.

Jika tak ada sambal sate pun tak perlu khawatir. Lamang bisa dimakan dengan telur asin. Penjual lamang juga sekalian menjual telur asin. Jika tak suka telur asin, ada kacang yang dimasak dengan sambal kari, atau suwir ayam dan tempe yang bisa menjadi pilihan. Tapi buat saya teteup sambal sate adalah pasangan yang paling cocok buat lamang. 
Lamang bisa dinikmati dengan ini
Setelah memburu lamang di pasar Kandangan,  saya dan keluarga pun memutuskan untuk makan malam. Apalagi saya yang sudah kelaparan karena lupa belum makan siang. Hihihi.... Pilihan wiskul kami malam itu adalah rumah makan Bin Ali. Rumah Makan dengan menu arabia yang berada di tepi jalan provinsi Kalimantan Selatan, masih dalam kawasan kota Kandangan tentunya. 
Suasana Rumah Makan Bin Ali
Saya pun bertanya kepada pelayan rumah makan tersebut apa menu andalan mereka, dan disebutlah nasi kabsha dan kambing bakar. Wah, mendengarnya saja sudah terbayang kelezatannya. Keluarga yang lain juga memesan nasi kabsha tapi tak semua memesan kambing bakar, ada yang memesan ayam karamel juga. 

Sewaktu menunggu ternyata adzan isya berkumandang. Om dan kakak saya pun pergi shalat dulu. Sementara kaum wanitanya tetap di tempat makan. Tak lama kemudian pesanan kami datang. Nasinya terlihat porsinya sedikit karena saya memang sedang kelaparan. Hahahaha... Kambing bakarnya terlihat sangat menggiurkan. Ada dua potong kambing dalam satu porsi, satu potong berupa tulang iga dan satu potong daging kambing tanpa tulang. 
Nasi Kabsha dan Kambing Bakar
Rasanya bagaimana? 

Enaaaaak banget. Saya lega begitu mengetahui rasanya enak bin lezat. Karena yang merekomendasikan untuk makan di sana adalah saya. Saya tahu rumah makan ini dari seorang teman. Untunglah makanannya lezat, jadi saya tak diprotes anggota keluarga yang lain. Hehehe...
nasi kabsha dengan acar dan sambal
Nasi Kabsha ini sejenis dengan nasi samin, ala-ala arabia gitu. Kata pelayan yang saya tanya, yang membedakan nasi kabsha dan nasi samin juga nasi briyani adalah rempah-rempah yang digunakan di dalamnya. Biasanya ada yang masak nasi begini tapi rempahnya tak terlalu kentara. Kalau yang kami nikmati kemarin rempahnya berasa tapi juga tidak berlebihan. Bumbunya pas.

Kambing bakarnya juga enak dan bumbunya meresap hingga ke dalam. Walau saya merasa daging kambingnya agak keras. Tapi kata tante saya, daging kambing punya beliau tidak alot. Mungkin saya aja kebagian yang agak alot. Tapi masih bisa dikunyah kok. 

Kakak ipar saya memesan ayam caramel. Ayam caramelnya juga enak sekali. Bumbunya meresap hingga ke dalam. Nasi kabsha ini dinikmati dengan acar dan bumbu yang pedas sekali. Kami pun memesan nasi kabsha tambahan berkali-kali sampai stok nasi kabshanya habis. Hahaha...

Satu porsi nasi kabsha dengan daging kambing harganya 30 ribu rupiah. Yang pakai ayam saya lupa harganya. Tapi lebih murah dari yang dengan daging kambing tentunya.Sementara tambahan nasi per porsi 8000 rupiah.

Kami semua yang baru pertama kali makan di rumah makan Bin Ali itu pun merasa puas dengan hidangan yang ada. Om dan kakak saya yang sering bolak balik Barabai-Banjarmasin pun bilang kalau rumah makan itu bisa jadi alternatif buat persinggahan untuk mengisi perut kala mereka dalam perjalanan. 

Setelah makan malam, perjalanan belum berakhir. Mobil yang kami tumpangi pun melaju kembali untuk menuju rumah Om saya yang tinggal di Kandangan. Di sana saya, tante, dan kakak ipar menunaikan shalat isya. Kemudian mengobrol hingga jam 10 malam untuk kemudian pulang kembali ke Barabai. 


Itulah cerita malam minggu saya bersama keluarga di kota dodol, Kandangan. Ternyata membahagiakan juga menikmati malam minggu bersama keluarga.

8 komentar:

  1. bumbu sate buat lamang ya yg di foto itu? Slurrrp... bener2 bikin ngeces

    BalasHapus
  2. Kota dodol tapi bundarannya pake ketupat.. :p

    BalasHapus
  3. waah serunya, di sini juga banyak penjual lamang

    BalasHapus
  4. Mauuuu..di sini kayanya ga ada yg jual lamang n nasi kabsha

    BalasHapus
  5. Wah pengen coba dech lamangnya, kapan ya bisa ke kalimantan

    BalasHapus
  6. apa Kandangan kota penghasil dodol? seperti garut gitu kali ya?

    BalasHapus
  7. kok murah banget nasi kabsha sm kambing 30k? *ences kemana2

    BalasHapus
  8. rindu Kandangan Tempat tinggal masa kecil...

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...