Sabtu, 21 November 2020

Cast Iron, Butuh atau Ingin?

 

              Aku bingung harus memberi judul apa untuk postingan kali ini. Kemudian teringat ceritaku tentang MiBand yang kutulis di sini. Jadilah memberi judul yang mirip. Mungkin nanti aku bakalan bikin berseri, cerita tentang barang-barang yang kubeli atau pun pengin kubeli dan ragu butuh atau ingin. Wkwkwkwk….


Cast Iron Perdanaku

              

Kali ini mau cerita tentang Lodge Cast Iron. Lodge itu mereknya, cast iron itu bahannya. Ini barang yang sudah kubeli beberapa bulan yang lalu tepatnya di akhir Juni. Sengaja emang belinya pas bulan itu biar kayak jadi kado ulang tahun. Ya namanya juga keuangan rumah tangga aku yang ngatur, ngarep dikasih kado kan agak gimana gitu. Jadi solusinya beli sesuatu, minta izin suami, dan anggap sebagai kado. Hahaha….


Ada beberapa hal yang membuat aku membeli Cast Iron tersebut. Pertama, wajan kesayangan yang aku pakai bertahun-tahun gagangnya patah. Mana dia wajan satu gagang pulak, jadi ketika gagangnya patah satu maka jadilah ia wajan tak bergagang. Aku kebingung harus memegang di mana. Otomatis harus di-lembiru (Lempar, ganti baru). Kemudian mikirin beberapa wajan dan panci yang kugunakan sudah bertahun-tahun. Eh, saatnya ganti tidak nih? Pikiran itu kemudian memenuhi otakku.

              Seperti semesta mendukung, di saat bersamaan pulak muncul tulisan-tulisan tentang perwajanan dan perpancian. Ini menjadi alasan kedua. Tulisan tersebut membahas tentang kekurangan dan kelebihan bahan yang digunakan sebagai alat masak. Aku menyerap informasi tersebut baik-baik kemudian merasa khawatir dengan beberapa alat masak berbahan Teflon, ups, Teflon itu katanya merek dagang. Intinya itulah wajan berbahan anti lengket yang kugunakan. Beberapa sudah terkelupas gitu kulitnya. Membaca bahayanya, aku pun berpikir harus mengganti alat masak.

          Sebenarnya pada masa itu bersileweran alat masak set-set-an dengan beragam harga. Tertarik? Tentu sajaaah. Tapi aku kan jenis orang yang kalau mau beli sesuatu apalagi mahal mikiiiiir banget. Mikir aja suka nyesal, apalagi tidak mikir. Hiks.

        Jadilah aku mulai membaca satu per satu informasi tentang perwajanan dan perpancian. Setelahnya memutuskan kalau sepertinya aku akan memilih wajan atau panci kalau tidak berbahan stainless steel atau cast iron. Mengapa dua itu?


Stainless steel kelebihannya :

-          Salah satu material paling stabil dan tidak reaktif pada bahan makanan

-          Relatif aman

-          Material yang awet sekali (Jika mutunya bagus)

-          Tidak ribet perawatannya

-          Bisa pakai material apa saja Ketika ngaduk-ngaduk untuk masak.


Kekurangannya :

-          Yang baik mutunya, harganya kurang baik. (mahal maksudnya)

-          Agak ribet bersihinnya kalau gosong

-          Yang mutunya tinggi, relative berat bobotnya.


Cast Iron :

-          Sangat awet

-          Agak lama panasnya, tapi sekali panas, dia awet panasnya.

-          Material terbaik jika suka masak steak.

-          Bisa dipakai segala suasana, dari kompor biasa sampai api unggun.

-          Bisa pakai material apa aja untuk ngaduk tanpa takut gores

-          Permukaan bisa jadi nonstick(anti lengket) dengan proses seasoning

-          Terlihat gagah dan kokoh.


Kekurangan Cast Iron :

-          Relatif berat

-          Bisa berkarat jika tidak dirawat berkala

-          Bereaksi pada bahan makanan yang bersifar asam, menimbulkan rasa kelat.


Itulah kelebihan dan kekurangan dua bahan yang aku inginkan mengisi di dapurku. Aku dapatkan dari IGS-nya Koh Budiman Halim dengan nama IG thegourmetboy. Meluncur saja ke IG beliau, ada di highlight beliau tentang perpancian dan perwajanan itu.

 Sebenarnya yang paling banyak ditemui, paling enak digunakan, dan paling cantik ya bahan non stick atau anti lengket. Tapi ketika membaca kalau bahan tersebut PASTI MENGELUPAS dan ketika sudah mengelupas harus disingkarkan, aku menahan-nahan diri untuk membeli bahan tersebut karena sadar diri kalau tipikal manusia yang sayang membuang sesuatu apalagi masih terlihat bagus hanya mengelupas sedikit.

Aku juga sadar diri kalau aku tipikal orang yang sembarangan di dapur. Suka pakai alat apa aja buat ngaduk, bisa pakai sendok, capitan besi buat bolak balik, atau sreeeet pakai saringan Ketika mau ngangkat gorengan. Berdasarkan hal tersebut, aku butuh alat masak yang bebaas memggunakan bahan apa saja buat mengaduk. Stainless stell dan cast iron jawabnya.

Singkat cerita (Padahal udah cerita panjang bener di atas), setelah galau sana sini, mikirin ini itu, tanya-tanya ke Nina yang sudah punya duluan, minta restu sama suami, aku memutuskan untuk beli Lodge Cast Iron tipe Skillet dengan ukuran 22,86. Harga : 616 ribu rupiah.

Mahal?

Banget.

Itu wajan termahal yang aku beli. Tapi dengan iming-iming awet, maka aku pikir gapapa deh investasi di sana. Mahal sekali tapi insyaAllah bisa dipakai seumur hidup. Membeli barang awet juga termasuk investasi kan, keluar duit sekali bisa dipakai lamaaaaa gitu. Semoga aja ya awet. Hihihi…


Bagaimana setelah memakainya?

Apa yang dikemukakan Koh Budiman Halim tentang kekurangan dan kelebihannya benar-benar kurasakan. Cast Iron itu berat. Aku harus punya energi ekstra Ketika mengangkatnya. Apalagi kalau berisi, minyak panas pulak. Sudah berat, panas, jadi kudu hati-hati. Padahal yang kubeli ukuran kedua paling kecil yang dijual di Koh Budiman Halim. Oh ya, aku membelinya juga lewat beliau. Yang akun IG-nya kusebutkan di atas.

Perawatannya sulit, rempong alias repot. Bayangkan saja setiap habis mencuci harus dikeringkan dengan memanaskannya di atas kompor kemudian diolesi minyak. Kata Nina, jangan mencuci pakai sabun. Kata Ibra di tiktok, mencucinya pakai irisan kentang jangan pakai sabun. Dasar aku yang serampangan ini, mencuci tetap pakai sabun.

Pernah sekali malam-malam malas sekali aku mengeringkan di atas kompor. Jadi, aku biarkan saja dia kering dengan sendirinya. Esok harinya kaget sendiri semacam ada karat gitu. Buru-buru aku gosok dan melakukan pemeliharaan seperti seharusnya. Jadi, ya perawatannya emang sulit. 

Penampakannya sekarang pun tak semulus saat aku menerimanya pertama kali. Padahal baru beberapa bulan. Hiks. Tapi kalau diolesi minyak, dia terlihat glowing lagi. Glowing apa berminyak? Ups. Oh ya, aku mengolesnya pakai kuas, jadi tuang sedikit  minyak di atasnya kemudian diratakan ke seluruh permukaan dengan kuas. Udah macam ngolesin skinker ke muka aja aku merawatnya. Kata di instagramnya tiga cara perawatannya yaitu wash, dry, season. Ngolesin minyak itu namanya di-seasoning. CMIIW.

Tapi tiap kali memakainya, rasanya aku selalu mau bilang sesuatu pada Lodge Cast Iron perdanaku ini.

Bilang apa?

Saranghae. Karena aku loveeee sekali sama dia. Pada panasnya yang merata sehingga kalau menggoreng sesuatu itu matangnya rata. Apalagi cast iron-ku itu kan wajan datar, tambah mantap deh rata matangnya. Pada body-nya yang sekarang jadi anti lengket, jadi tiap menggoreng apa yang suka lengket di wajan stainless atau aluminium, memakai cast iron itu tidak lengket. Tambah cinta lagi dengan aku bebas menggunakan alat masak apa aja di atasnya. Pakai garpu oke, saringan oke, capitan aluminium oke. Semuanya bebas bas bas… Saat mencuci pun bebas menggunakan pakai spon atau sabut apa saja.

Panasnya awet. Aku paling suka memasak spaghetti di atasnya. Makan spaghetti pelan-pelan, menikmatinya sambil drakoran, dan spaghetti tetap hangat di wajannya. Iya, makannya di atas wajan. Tak terbayang kalau mama melihatnya, bisa ngomel-ngomel beliau. Hahaha….

Spaghetti di cast iron
Spaghetti di Cast Iron kesayanganku


Jadi, walau berat. Walau perawatannya sulit, aku tetap loveee sekali sama cast iron ini. Kalau ditanya apa mau beli lagi? Yes. Tentu dong. Kalau ada rezeki, ada budget, ada tempat buat naruh, ada yang jual, sesuai budget harganya, aku mau beli dua lagi. Yang agak dalam buat deep frying dan yang bergaris-garis buat memanggang.

Apakah memakai cast iron membuat masakan jadi tambah lezat?

Tentu saja lezatnya suatu masakan bukan itu yang menentukan. Tapi micin. Hahaha….

Jadi, butuh atau ingin?

Hemm…. Sulit juga jawabnya. Aku bisa kok sebenarnya masak pakai wajan yang ada atau wajan lain. Jadi kalau tanpa wajan ini aku terhalang atau terhambat masak, ya enggak gitu juga sih. Ini lebih ke suatu alat yang bisa diambil banyak fungsinya dan bikin mood bagus gitu pas masak. Wkwkwk… Supaya bagus buat suasana hati dan mensyukuri apa yang dimiliki, anggap saja butuh. Jawaban ini tentu saja berbeda buat masing-masing orang.

 

 

6 komentar:

  1. Kan malam-malam nebar racun perwajannan. Btw beli dimana dan berapa? Bisikin di wag pizza juga boleh deh xixixi pas teflonku juga kelupas sana-sini sudah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk.... Besok ya kak. InsyaAllah. Kasian nanti ka Fit kaget tang ting tung notif kirain apaan tengah malam ternyata kita bahas wajan. Hahaha....

      Hapus
  2. Gimana mau ilang? Ditepuk2 doank..😂

    BalasHapus
  3. Aku juga sdh bbrp x gonta ganti wajan anti lengket dg alasan kesehatan, pdhal hrgny lumayan mahal namun hingga saat ini blm ketemu yg cocok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya akhirnya beli yang murah aja mbak. Supaya kalau lecet, ga sayang dibuang. Kalau mahal milih stainless atau cast iron aja :')

      Hapus

Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...